UJI
IMPAK
Mata kuliah : Pengujian Bahan
Disusun oleh :
Rd. Rani
Lusianti (111221024)
Risky Pratama P
(111221025)
RR. Alvina Rana
P (111221026)
Saadilah Rasyid
(111221027)
Tria Satria
(111221028)
Ulfi Latipah O
(111221030)
Yusuf Adiwinata
(111221031)
Zaskia Azhar
Yasmin (111221032)
Kelas
2-Aeronautika
POLITEKNIK
NEGERI BANDUNG
Tujuan
Pratikum
·
Mahasiswa dapat menghitung energi impak
·
Mahasiswa dapat mengetahui harga impak material
·
Mahasiswa dapat mengetahui temperatur transisi hasil
pengujian
·
Menggambarkan kurva uji impak
Petunjuk
K3
1.
Pakaian
labortorium
2.
Sepatu kerja
3.
Posisi pengujian harus ada di depan alat uji impak
Dasar
Teori
Uji impak merupakan teknik yang
digunakan untuk mengkarakterisasi patahan material yang sulit dilakukan pada
uji tarik khususnya untuk material yang memiliki transisi deformasi yang sangat
kecil.
Pemilihan uji impak penting karena:
1.
Deformasi dapat dilakukan pada temperatur yang rendah
2.
Laju deformasi yang tinggi
3.
Adanya notch dapat didekati dengan tegangan triaxial
Ada dua metoda standar pengujian yang dapat dilakukan
pada uji impak yaitu Metoda Charpy dan Metoda Izod.
Ilustrasi pengujian impak dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
A.
Energi Impak
Energi impak diserap dihitung berdasarkan perbedaan
ketinggian h dan h’ yang menunjukkan ketangguhan material. Transisi ulet-getas
material, merupakan fungsi utama pemakaian uji impak. Pengujian dapat dilakukan
dengan merubah atau mengatur temperatur spesimen dengan cara pemanasan dan
pendinginan. Hasil pengujian pengaruh temperatur dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
Pada kurva A dan B menunjukkan adanya
temperatur transisi dari ulet ke getas. Pada temperatur yang tinggi material
cenderung bersifat ulet begitu sebaliknya akan menjadi getas bila temperaturnya
rendah. Bentuk patahan spesimen uji impak memiliki permukaan fibruos atau
berserabut, flatness (rata) mengindikasi bahwa material tersebut bersifat ulet
dan getas.
Pemilihan material hendaknya memperhatikan ketahanan
terhadap temperatur transisi (ulet-getas). Pada gambar di bawah ini,
diperlihatkan temperatur transisi terhadap energi yang diserap material.
Temperatur transisi logam biasanya terjadi
pada (0,1-0,2) Tm di mana Tm adalah temperatur melting absolut (K). Terlihat pada kurva bahwa logam-logam FCC
kecenderungan tidak memiliki daerah temperatur transisi.
Secara
umum perpatahan dapat digolongkan menjadi 2 golongan umum yaitu :
- Patah Ulet/ liat
Patah
yang ditandai oleh deformasi plastis yang cukup besar, sebelum dan selama
proses penjalaran retak.
·
Patah Getas
Patah
yang ditandai oleh adanya kecepatan penjalaran retak yang tinggi, tanpa terjadi
deformasi kasar, dan sedikit sekali terjadi deformasi mikro.
Terdapat
3 faktor dasar yang mendukung terjadinya patah dari benda ulet menjadi patah
getas :
- Keadaan tegangan 3 sumbu/ takikan.
- Suhu yang rendah.
- Laju regangan yang tinggi/ laju pembebanan yang cepat.
B.
Perhitungan
Energi
Untuk
menghitung energi yang diserap material dapat dihitung dengan persamaan energi
potensial sebagai berikut:
Alat yang Digunakan
1.
Tipe mesin uji :
Charpy
2.
Dimensi :
75×40×100
3.
Kapasitas :
80 J
4.
Berat gondam :
8 kg
5.
Berat total :
120 kg
6.
Jarak antara titik pusat ayun dengan titik pukul : 600 mm
7.
Posisi awal pemukulan :
130°
8.
Radius pisau pemukul :
2.5 mm
9.
Sudut sisi pisau pemukul :
30°
Bahan yang Diperlukan
1.
Termometer atau termokopel
2.
Bak air
3.
Heater pemanas
4.
Pendingin spesimen
5.
Jangka sorong
Langkah kerja
1.
Pemeriksaan alat atau mesin yang akan digunakan
2.
Alat pengukuran dimensi spesimen
3.
Kebutuhan alat pengukur temperatur seperti termometer dan
alat pemanas
4.
Spesimen uji minimal dua buah disesuaikan dengan
kebutuhan
5.
Menerima pengarahan dari instruktur tentang prosedur
pengujian yang akan dilakukan
6.
Melakukan pengukuran spesimen dengan menggunakan jangka
sorong dan mencatat pada lembar kerja
7.
Melakukan pengujian
8.
Memeriksa kelengkapan praktikum
9.
Membersihkan kelengkapan alat yang digunakan
10.
Menendatangankan kartu praktikum kepada instruktur
11.
Menyerahkan kelengkapan praktikum kepada
teknisi/administrasi
Data
Percobaan
1. Baja
Dimensi penampang a : 8 mm ; b :
10 mm
Luas penampang A :
80 mm2
Berat bandul G : 8 kg
Panjang Lengan L :
0.6 m
Sudut ayun α : 130°
SPESIMEN
|
T (°C)
|
E₁ (J)
|
β (°)
|
H₂ (m)
|
E₂ (J)
|
∆E = E₁-E₂ (J)
|
HI = ∆E/A
|
Baja
|
5
|
77.3
|
84
|
0.537
|
42.1
|
35.2
|
0.44
|
25
|
77.3
|
72
|
0.414
|
32.45
|
44.85
|
0.56
|
|
95
|
77.3
|
0
|
0
|
0
|
77.3
|
0.96
|
2. Kuningan
Dimensi penampang a : 8 mm ; b :
10 mm
Luas penampang A : 80 mm2
Berat bandul G : 8 kg
Panjang Lengan L : 0.6 m
Sudut ayun α :
130°
SPESIMEN
|
T (°C)
|
E₁ (J)
|
β (°)
|
H₂ (m)
|
E₂ (J)
|
∆E = E₁-E₂ (J)
|
HI = ∆E/A
|
Kuningan
|
5
|
77.3
|
104
|
0.745
|
58.4
|
18.9
|
0.24
|
25
|
77.3
|
98
|
0.683
|
53.5
|
23.8
|
0.29
|
|
92
|
77.3
|
100
|
0.704
|
55.2
|
22.1
|
0.27
|
Analisis
Data
Dari data percobaan diatas, maka
didapatkan harga impak dari masing-masing spesimen, berikut adalah kurva uji
impak dari baja dan kuningan.
Dari
kurva diatas didapatkan bahwa harga impak kuningan cenderung konstan dibanding dengan
baja, hal tersebut disebabkan oleh struktur material kuningan adalah FCC
sehingga tidak mempunyai temperature transisi. Dari kurva dapat kita lihat
bahwa pada suhu rendah, energi yang diperlukan untuk terjadinya perpatahan
sangat sedikit. Hal ini terjadi akibat pada suhu rendah perambatan retak
terjadi lebih cepat daripada terjadinya deformasi plastis. Sedangkan pada suhu
yang lebih tinggi, energi yang dibutuhkan untuk terjadinya fracture pun lebih
besar karena pada suhu tinggi retakan didahului oleh deformasi plastis. Dari
hasil patahan terlihat bahwa spesimen yang dipanaskan memiliki permukaan
patahan yang berwarna gelap dan kasar. Sedangkan pada spesimen yang
didinginkan, permukaan patahannya cenderung lebih halus.
Pada
baja terlihat bahwa kurva naik cukup tinggi, garis yang cukup tajam ini disebut
daerah temperature transisi. Daerah temperature transisi menunjukkan daerah
dimana sifat baja akan berubah pada temperature tertentu. Pada temperature
sangat rendah, baja cenderung getas, hal tersebut diakibatkan atom-atom pada
baja tidak emngalami vibrasi dan membentuk struktur BCC sehingga atom akan
kesulitan bergeser ketika diberi beban impak, Hal ini menyebabkan bentuk
patahan baja berupa patahan getas. Pada temperature tunggi baja cenderung
bersifat ulet,hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya energi yang diserap
dan bentuk patahan yang kasar dan berserabut. Baja menjadi ulet meskipun
struktur atomnya BCC, karena atom-atom baja mengalami vibrasi sangat tinggi
ketika dipanaskan sehingga baja sempat mengalami deformasi plastis ketika
diberi beban impak.
Evaluasi
1.
Jelaskan terjadinya temperatur transisi
2.
Jelaskan mengapa pada suhu tinggi energi
impak tinggi
Jawab
1.
Temperatur transisi adalah temperatur yang
menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada
temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang
berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan
bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan
bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi
atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar
vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi
tinggi bila temperatur dinaikkan (energi panas merupakan suatu driving force
terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan
sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada
saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar.
2.
Dengan semakin tinggi vibrasi atom
karena suhu yang semakin tinggi, maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit,
mengingat bahwa vibrasi atom berperan sebagai suatu penghalang (obstacle)
terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar.
sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji, atau
dengan kata lain energi impak akan tinggi seiring dengan suhu yang bertambah
tinggi.
Kesimpulan
Suhu mempengaruhi harga impak, semakin tinggi suhu semakin
tinggi pula harga impak.
Kuningan tidak mempunyai temperatur
transisi, oleh karena itu harga impak kuningan pada suhu rendah (=0.24), suhu
kamar (=0.29), dan suhu tinggi (=0.27) cenderung sama, tidak berbeda jauh, dan
dari hasil patahan terlihat bahwa kuningan bersifat getas.
Baja
memiliki temperatur transisi, oleh karena itu harga impaknya cenderung berbeda
jauh, harga impak pada suhu rendah (=0.44) sifat baja adalah getas, suhu kamar
(=0.56), dan suhu tinggi(=0.96) dimana sifat baja menjadi ulet . Hal ini
terjadi karena adanya vibrasi atom-atom yang terpengaruh
dengan perubahan suhu.
Harga impak baja lebih tinggi
daripada kuningan, menunjukkan bahwa ketangguhan baja lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kuningan.
1. Patahan ulet
ditunjukkan dengan permukaan patahan yang kasar, gelap dan berserabut.Sedangkan patahan getas ditunjukkan
dengan permukaan patahan yangmengkilap, halus, dan tidak berserabut.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar